Entri Populer

Kamis, 28 Juni 2012

Ekonomi Indonesia, Dalam Genggaman Asing?

     Diadakan di 3 in 1 Cafe, diisi oleh Celeb Show: Aulia Hidayat, Wakil Ketua Umum BEM FE Unsyiah pada pukul 16.00 WIB. Diskusi kali ini dihadiri oleh narasumber dari pihak dosen Fakultas Ekonomi, Jeliteng Pribadi, dengan mengangkat tema: Ekonomi Indonesia, dalam Genggaman Asing?


     Ekonomi Indonesia dalam Genggaman Asing, menimbulkan pertanyaan, mengapa tema ini yang diangkat? Ini tidak lepas dari salah satu buku yang ditulis oleh Soekarno-2009, yaitu dibawah cengkraman asing atas persoalan dan tawaran revolusi untuk menjadi kuat didunia. Terlalu banyak disektor-sektor perekonomian dikuasai oleh asing, seperti yang kita lihat akhir-akhir ini sektor perbankan sudah 50% keatas perbankan nasional telah dimiliki oleh asing. Sektor-sektor komunikasi, 3 perusahaan telekomunikasi yang terbesar yaitu telkom, indosat, dan itu kepemilikan asingnya sangat besar diatas 50%. Sementara pada UUD 1945 PASAL 33 ayat 2 tentang “cabang-cabang dikuasai oleh negara.” Dan ayat 3 tentang “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan depergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pada PASAL 6 UU NO 1 TAHUN 1967 tentang PENANAMAN MODAL ASING, ada beberapa sektor tertutup untuk penanaman modal asing yaitu: pelabuhan, produksi transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelajaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom, dan media masa.
     Yang perlu di perhatikan dalam ekonomi indonesia adalah yang pertama Prifasisasi, dan sistem ekonomi terbuka dan demokrasi yang menjadi salah satu bahwa Asing lebih mudah masuk ke Indonesia, karena Indonesia salah satu negara yang mini market didunia, maka dari itu akan memperngaruhi infektor-infektor Asing lainnya untuk masuk ke indonesia. Mungkin itu salah satu sebab asing mau masuk ke indonesia. Pada dasarnya negara indonesia sudah 30% dimiliki oleh Asing. Indonesia tidak bisa membatasi asing untuk masuk ke indonesia mereka hanya bisa meregulasi atau mengatur atau mengakui perusahaan.
     Sesuatu yang harus kita sadari adalah apabila kita memisahkan diri dari keberadaan asing itu sesuatu hal yang tidak mungkin, namun pemerintah harus mengambil sebuah tindakan dimana membatasi pergerakan asing tersebut pada kegiatan-kegiatan yang mampu dikelola oleh negara sendiri seperti menghasilkan barang-barang yang mempunyai nilai tambah. Kemudia masalah hot money, pemerintah tentunya membatasi pergerakan hot money ke indonesia baik dengan cara menurunkan penjualan sertifikat-sertifikat atau surat-surat tentang indonesia pada pihak luar namun juga tidak menurunkan minat insfektor untuk menanamkan modal di indonesia, karena dari 1 pihak ketika mendekam menurunkan kesempatan pihak asing untuk masuk ke indonesia maka akan menghambat perekonomian indonesia namun apa bila mereka tidak memberi perluasan kepada pihak asing mengintifikasikan hot money tersebut maka itu akan membawakan kepada resiko yang besar karena ketika mereka sudah melihat pada perekonomian indonesia yang suatu saat akan mengalami penurunan maka mereka akan segan memindahkannya oleh karena itu harus ada 1 kebijakan dimana membatasi untuk mengatur infestasi asing dalam surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah. Kalau kita lihat diindonesia, saat ini tidak terlepas oleh penjajahan yang dilakukan belanda ataupun dari negara lain ketika krisis dialami oleh amerika indonesia yang menjadi dampaknya, tetapi apa bila krisis dialami oleh indonesia amerika tidak mengalami dampaknya. Lebih bagus indonesia membuka diri kepada negara asing. 
     Dua alasan membuat globalisasi, yaitu untuk perluasan pasal dan untuk mendpatkan keunggulan. Untuk membangun power kita kuat, kita harus menguasai permasalahan industri minyak gas dan industri dilihat dari marketnya.


Oleh      : Komunitas Pemikir Ekonomi
Notulen : Lusia Agustini
http://www.facebook.com/groups/211337888937737/
APBN-P, Pro Rakyat?

     18 April 2012, diskusi yang diisi oleh celebshow: Sri Yuniar, selaku Sekretaris Bidang Litbang BEM FE Unsyiah, membahas tema APBN-P, di mana masih dipertanyakan apakah pro rakyat atau tidak.
     
     Perkembangan kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu berpengaruh pada risiko revisi asumsi ekonomi makro dan kebijakna fiskal. begitupun yang terjadi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. sejak ditetapkan Undang-undang No. 2 Tahun 2011 tentang APBN TahunAnggaran 2012, dinamika ekonomi global dan domestik mempengaruhi perkembangan indikator-indikator ekonomi makro hingga bergerak menjauhi asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2012.
      
     Anggaran Pengeluaran Belanja Pemerintah Perubahan dipicu dengan kenaikan harga BBM dunia. Yang menarik di sini adalah kenaikan tarif subsidi. Di sektor non energi padahal tidak terjadinya kenaikan terlalu besar.
     
     Berbicara mengenai kemiskinan, profesi dari sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah buruh tani.  Dari subsidi pangan pada APBN tidak terjadi peningkatan tarif. Maka untuk meningkatkan dan menjamin lapangan kerja mereka, pereintah seharusnya menigkatakan keefektifan dari sektor produksi.
    
     Panetir Bungkes, mahasiswa senior di Fakultas Ekonomi Unsyiah menyatakan mungkin bisa dulakukan penggantian nama,bukan APBN-P, atau pengalihan saja. Anggaran kementrian seharusnya dipangkas, tujuannya untuk menjaga perekonomian untuk tetap stabil. Dan lebih berfokus pada subsidi BBM atau energi. Sebenarnya kebijakan ini sudah tepat, namun pengaplikasiannya yang agak melenceng, dimana masih adanya golongan yang seharusnya mendapatkan jatah BBM tapi malah diambil oleh pihak yang mampu. Maka kebijakan APBN-P ini lebih seperti terlihat APBN-P yang pro rakyat mampu. Kebijakan untuk memakai jasa pihak asing kurang tepat,krn walau harus membayar  mahal, karena pendapatan negara saja masih rendah. Sebenarnya Indonesiaa sudah terjebak dengan sistem itu sendiri, dengan sistem atau UU dari negara kaya, yaitu Undang-undang Belanda.

     Nindya Suhani, salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi setuju dengan pendapat yang tercermin pro rakyat kaya. Di dalam subsidi benih terjadi penurunan, padahal buruh tani sangat membutuhkan benih atau bibit unggul dan pupuk yang berkualitas. Subsidi minyak atau BBM mungkin seharusnya lebih dikurangi, untuk lebih memihak dengan rakyat miskin. Dan perlu dibuatnya surat miskin agar subsidi dapat tersalur dengan tepat sasaran. 

     Zaky yang juga salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi berpendapat, kebijakan yang diajukan Sri Mulyani tentang subsidi langsung tunai kurang terlaksana dengan baik. 





     Di lain pihak, Indra Yadi Putra, selaku Ketua Umum BEM FE Unsyiah menyatakan bahwa secara perhitungan ekonomi, sudah sepakat subsidi mungkin kebijakan yang baik. Tapi seharusnya lebih memperhatikan faktor politik dan sosial. Ketika harga BBM dinaikkan, itu bukanlah langkah yang bijak, walaupun itu bertujuan untuk memperbaiki perekonomian. Harga BBM bisa tetap, tapi harus cermat pada kontrol penyaluran. Bisa digunakna smart card (solusi jangka pendek).

     Dan solusi jangka panjang seharusnya sudah mempersiapkna cadang energi,dengan melakukan riset pada energi,walaupun perlu dana yang tinggi. Serta dengan menolak semua perusahaan asing yang ada di Indonesia, walaupun tidak berdampak langsung setelah itu,tapi kita punya waktu untuk mempersiapkan
distribusi hasil energi, selama ini DHE sangat-sangat tidak adil. Aceh termasuk yang sudah cukup lumayan bisa mendapat 70-% ke daerah Aceh. Namun hanya mendapt hasil, tapi tidak dapat mengelola manajemen. Sistem pengelolaan ekonomi bisa dibuat otonomi lagi, bisa dibuat sistem bank daerah, daerah tersebut yang mengelola tapi bahi hasil dengan pemerintah pusat. Sebenarnya tidak ada negara yang miskin, cuma ada negara yang tidak terkelola dengan baik. APBN-P secara keseluruhan, sudah pro rakyat. Walaupun tidak ada krisis energi, tapi anggaran belanja tetap harus dihemat.

     Ia juga mengatakan sebenarnya memutuskan kerjasama dengan negara asing lebih cepat lebih baik. Dan sebenarnya negara adi kuasa sendiri yang menciptakan anggapan ketakutan terhadap mereka pada diri indonesia sendiri. Seharusnya langkah-langkah fundamental yang harus disiapkan, apapun resikonya harus dihadapi.
Khusus Aceh,memiliki UU PA. Jangan terjebak dengan hal yang bersifat fundamental, ketika sudah menguasai peruhaan di negara sendiri, mungkin untuk sementara bisa memperkejakan orang asing yang berkompeten.

     Menurut Wakil Ketua DPM FE Unsyiah, M. Furqan Aulia, manajemen perusahaan lokal kurang bertanggung jawab terhadap resiko yang terjadi.  Contohnya seperti lumpur Lapindo. Solusinya lebih pada pembagian hasil. Dan yang kurang bertanggung jawab bukan dari tenaga ahli, tapi orang-orang yang memiliki pengaruh politik. Itupun bukan bukan karena ketidakpercayaan pada tenaga ahli kita sendiri, tapi lebih kepada manajemn perusahaan sendiri. Dan dalam soal mendepak perusahaan asing mungkin kebijakan tersebut perlu diperhatikan lagi. 

     Hakiki Muliadi, Sekretaris Bidang Kesma BEM FE Unsyiah berpendapat bahwa sebenarnya lebih baik memikirkan sistem jauh terlebih dahulu, dengan meningkatkan budaya asing, jangan dipenuhi dengan budaya asing. Seharusnya hal-hal yang mengandung unsur pendidikan yang harus masuk ke dalam indonesia, bukan nilai-nilai budaya buruk yang berasal dari asing. Lebih kepada kontrol rakyat,jangan banyak embel-embel politik. Nasionalisme kebudayaan yang harus lebih ditingkatkan. Budaya kita tidak terlalu menampakkan bahwa negara kita itu kaya, tapi apa adanya.

     Aulia Hidayat selaku Wakil Ketua Umum BEM FE Unsyiah memaparkan, biaya yang kena rakyat dan biaya tidak kena rakyat serta biaya lain-lain (biaya korupsi). Yang salah di sini adalah pada jebakan hutang, sampai saat ini pemerintah masih mengandalkan utang pada skema pembiayaan negara, baik itu SUN (Surat Utang Negara), dll. Dan mengikuti mata uang yang berpedoman pada mata uang yang nilainya tinggi, dan itu berbahaya bagi perekonomian kita yang masih berkembang. Diharapkan skema pembiayaan baru, pemerintah bekerjasama dengan BUMN yang penghasilannya luar biasa tinggi. Solusi lain, untuk menghindari defisit, menaikkan pendapatan dan mengurangi belanja. Solusi lain mnggunakan profit BUMN. Berbicara mengenai SDM, sebenarnya sudah luar biasa, hanya saja tidak mengeluarkan biaya lebih untuk memberi gaji bagi WNI yang bekerja di luar negeri. Lebih ke anggaran kementrian pendidikan, tak cukup hanya untuk bersekolah, tapi untuk menarik agar bisa bekerja menjadi SDM yang baik. Kementrian pertahanan juga banyak mengeluarkan anggaran dana. Meningkatkan pengeluaran untuk riset-riset. Setiap pos-pos anggaran belanja perlu dievaluasi. Sebenarnya perekonomian Indonesia sudah cukup kuat, hanya lemah pada ekspor-impor.

Oleh      : Komunitas Pemikir Ekonomi
Notulen : Cut Intan Arifah
http://www.facebook.com/groups/211337888937737/

Celeb Show : Amas Augustian Harahap
Tema          : “Waspada Imbas Krisis Eropa 2011 Terhadap Perekonomian
                       Dalam Negeri”
Waktu         : 16 Februari 2012, pukul: 15.30
Tempat       : Rise Up Coffe Shop


Perbankan nasional mengaku sudah mulai pasang kuda-kuda mengantisipasi imbas krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Bank Mandiri misalnya, menyatakan sudah mulai menerapkan status waspada pada ketidakstabilan perekonomian dunia kini.
“Kalau di Mandiri kita udah dalam mood waspada,” tegasnya pada wartawan Kamis (20/10) malam. Meski pertumbuhan tetap terus berlangsung, dalam perkembangannya Mandiri mengaku berhati-hati dalam beberapa sektor bisnis yang dilakukan.

Hal ini terutama terkait sektor ekspor impor. Pasalnya harga komoditas yang fluktuatif menyebabkan bisnis menjadi amat berisiko. Kita harus cermati harga komoditi sekarang. Apakah harganya trennya naik ataukah turun. Ini bukan hanya terjadi pada satu komoditas misalnya crude palm oil (CPO) tapi juga karet dan batu bara.

Krisis Eropa dan AS dimulai saat Yunani tidak bisa membayar utang akibat membesarnya defisit APBN di awal 2011 lalu. Meski belum terlihat dampaknya di seluruh dunia, krisis ini diperkirakan akan mulai memperlambat ekonomi sejumlah negara Asia di 2012. Permintaan domestik bakal menjadi tumpuan guna mendorong pertumbuhan Mandiri ke depan. Seperti enegri, infrastruktur, consumer good, oil and gas.

Sini kondisi pasar surat utang negara masih cukup stabil. Hal ini sehubungan dengan sikap Bank Indonesia (BI) dalam melakukan pengelolaan aset portfolio-nya melalui pembelian SBN di pasar sekunder. “BI beli SUN di pasar sekunder untuk pengelolaan portofolio asset-nya, tapi dampak pembelian tersebut berdampak positif terhadap stabilitas pasar SUN,” ujarnya.

Di sisi lain, perusahaan-perusahaan pelat merah masih belum perlu dilibatkan dalam kerangka stabilisasi surat utang negara (bond stabilization framework). Pemerintah sendiri juga merasa belum perlu untuk mengubah strategi pembiayaan negara termasuk rencana penerbitan sukuk global.

Berdasar data Dirjen Pengelolaan Utang, pada Juli lalu kepemilikan surat berharga negara (SBN) oleh asing mencapai Rp248,87 triliun.

Jumlah tersebut terus turun menjadi Rp247,38 triliun per Agustus dan Rp218,09 triliun per September. Sedangkan selama 5 hari pertama di Oktober, modal asing yang ditarik dari pasar SBN mencapai Rp3,99 triliun.
Dan untuk obligasi negara yang dibeli oleh Bank Indonesia meningkat Rp13,04 triliun dalam sebulan, dari posisi Agustus Rp3,99 triliun menjadi Rp17,03 triliun pada September. Memasuki Oktober, kepemilikan SBN oleh BI meningkat Rp5,9 triliun dalam lima hari, menjadi Rp22,22 triliun per 5 Oktober.

Krisis global yang terjadi di Eropa dan Amerika, yang terpenting saat ini adalah bagaimana komitmen bersama terutama negara maju untuk menyelesaikan masalah mereka. Hal ini agar tidak banyak membawa pengaruh terhadap ekonomi dunia.

Krisis saat ini lebih mengkhawatirkan karena terjadi pada negara atau pemerintah, bukan lembaga finansial seperti 2008. Negara di Eropa dan Amerika memiliki utang yang lebih besar dibanding produk domestik bruto (PDB), atau tidak sesuai kemampuan.

Institusi finansial itu membeli surat berharga milik pemerintah. Namun, pemerintah diragukan bisa membayar kembali, sehingga akan berdampak kepada lembaga keuangan tersebut.

Indonesia sendiri memiliki rasio utang terhadap PDB sebesar 24 persen, sedangkan Yunani hingga 160 persen, Amerika di atas 100 persen, dan negara-negara Eropa di atas 60 persen. Sementara itu, kondisi ekonomi makro juga dinilai masih bagus.

       Pemerintah juga telah belajar dari pengalaman krisis 1998 dan 2008. Ketika krisis 2008, kondisi finansial Indonesia sudah dalam posisi yang lebih kuat jika dibandingkan 1998.
Selain itu, eksposur Indonesia ke negara-negara yang sedang terkena krisis terhitung kecil, sehingga dampak langsung dari krisis tidak akan terasa.

Oleh      : Komunitas Pemikir Ekonomi
Notulen : Cut Intan Arifah
http://www.facebook.com/groups/211337888937737/

Efektifitas dan Efisiensi APBA 2012

          Diskusi KOPI kali ini adalah diskusi yang diadakan pertama kali pada periode 2011-2012, yaitu pada tanggal 4 Februari 2012. dimana kami mendiskusikan tentang Efektifitas dan Efisiensi APBA 2012. Diskusi perdana ini dipandu oleh CelebShow, Indra Yadi Putra, Ketua Umum BEM FE Unsyiah, yang dilaksanakan pukul 15.00 WIB.
       APBA Kali ini yang dianggarkan untuk tahun 2012 akan mengalami peningkatan, yaitu sebesar 7,8 triliun menjadi 8,9 triliun. Kalau kita mengevaluasi anggaran APBA tahun lalu (2011), masih banyak dana yang tidak terserap ke sektor-sektor tertentu. Kalau di lihat dari perspektif, fungsi APBA dalam sektor kesehatan, contohnya JKA adalah belum efektif. Dan di aspek lain faktor makro seperti kemiskinan dan penganguran juga masih jauh dari proses penyembuhan. Mirzatul Qadri selaku mantan Koordinator KOPI periode 2010-2011 menyatakan sebenarnya salah satu program dari Irwandi seperti Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) sudah cukup baik. Dari aspek pendidikan pun juga sudah mengalami peningkatan. Dan perlu mengadakan orientasi pertanian terhadap petani-petani mengingat sektor yang sangat strategis di Aceh adalah sektor pertanian.
Wakil Ketua Umum BEM Fakultas Ekonomi Unsyiah, Aulia Hidayat, memaparkan progres yang ditunjukkan dari hasil dana APBA juga sudah menampakkan hasil yang kondusif, itu dapat dilihat dari nominal SiLPA (Selisih Lebih Perhitungan Angka).
Namun di lain pihak, Rifki Febrian berpendapat bahwa efektivitas dan efisiensi APBA tidak tepat, karena birokrasi dan pihak-pihak terkait yang mengelola kurang harmonis. Serta menganjurkan agar anggaran untuk perekonomian ditingkatkan.
Mufied Alkamal selaku alumni Fakultas Ekonomi Unsyiah bahwa kebijakan yang seharusnya dilakukan adalah menghemat dana asprasi dan belanja pegawai. Serta memungkinkan perlu untuk dipergunakannya Political Will.
            Yang dinamakan efektifitas dana adalah, dimana penggunaan APBA yang tepat sasaran, sedangkan efisiensi adalah ketepatgunaan penggunaan dana itu sendiri. APBA di Aceh sendiri pun selalu telat dianggarkan, namun tahun ini anggaran tersebut “memecah rekor” sedikit lebih cepat dari tahun-tahun lalu yang juga terlambat penyusunannya. Keterlambatan bukan hanya faktor politik, tapi juga karena faktor penyusunan atau rancangan dari tim.
Keterlamabatan itu bukan disengajakan, namun karena dinamika persidangan mengharuskan pembahasan anggaran lebih cermat, sehingga tidak membawa dampak pada efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
Di sektor pertanian juga butuh dana yang besar, dan dibutuhkan tim pengawas untuk mengawasi pengeluaran dana dari sektor ini. Juga dibutuhkan industri pengolahan agar memperoleh value added ( nilai tambah).

Oleh      : Komunitas Pemikir Ekonomi