Entri Populer

Selasa, 15 Maret 2011

PERAN BANK DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN UMKM DI ACEH

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah (BEM FE) periode 2010-2011 dibawah kepemimpinan Rachmat Anshar membuat suatu gebrakan baru dengan melahirkan sebuah Komunitas Pemikir Ekonomi atau disingkat dengan KOPI yang berada dibawah koordinasi Bidang Penelitian Dan Pengembangan, Biro Kajian Ekonomi. KOPI itu sendiri lahir sebagai sebuah wadah tempat diskusi mahasiswa ekonomi unsyiah mengenai berbagai isu-isu perekonomian bangsa terkini yang menjadi layak dan hangat diperbincangkan. Semua mahasiswa fakultas ekonomi unsyiah mempunyai hak untuk bergabung dalam komunitas ini untuk mencurahkan pengetahuannya mengenai masalah perekonomian bangsa saat ini untuk dicari akar permasalahnya dan memberi solusi atas masalah tersebut sesuai dengan kapasitas mahasiswa sebagai penerus bangsa. KOPI yang diketuai oleh Mirzatul Kadri ini telah melakukan diskusi-diskusi rutin setiap dua minggu sekali dengan isu-isu yang berbeda sesuai dengan perkembangan perekonomian daerah atau nasional diantaranya mengenai otonomi khusus, pengelolaan APBA, dan lain-lain. Diskusi tersebut biasanya mengambil tempat di warung kopi di seputaran kota Banda Aceh karena umumnya jika diskusi dilakukan di tempat yang santai akan lebih banyak inspirasi dan solusi yang muncul. Hal itu semua dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yaitu meningkatkan intelektualitas mahasiswa fakultas ekonomi unsyiah dan menjadikan mereka peka terhadap permasalahan perekonomian bangsa saat ini.
Kajian yang dilakukan dua minggu sekali tersebut hanya dihadiri oleh sesama mahasiswa ekonomi, namun untuk kali ini KOPI menyelenggarakannya secara lebih eksklusif dengan membuat suatu acara yang bernama “Canteen Discussion” yang bertempat di kantin fakultas ekonomi unsyiah dengan menghadirkan pemateri-pemateri dari luar yang kompeten dan terlibat dalam isu-isu yang akan didiskusikan. Pada tanggal 10 maret 2011 tersebut, KOPI mengangkat tema “Peran Bank Daerah dalam mengambangkan UMKM di Aceh”. Isu tersebut yang sekarang marak diperbincangkan dimana Bank cenderung menyalurkan kredit terhadap usaha-usaha yang bersifat konsumtif dan menomorduakan usaha-usaha yang bersifat produktif, Sehingga usahawan-usahawan yang membutuhkan kucuran dana, diabaikan dan menjadi sulit untuk berkembang.
Acara Canteen Discussion tersebut bersifat diskusi biasa yang informal dimana dihadiri oleh pemateri dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, Bapak T. Nurmiadi Boy, ST dan bapak Ir. Yusmaizal selaku ketua komisi B DRPK Banda Aceh, juga hadir dari akademisi yaitu Pembantu Dekan III FE Unsyiah, Bapak H. T. Zulham, SE, MSi. namun pemateri dari unsur Bank Aceh Bapak Busra Abdullah tidak tampak pada acara dikarenakan mendadak harus berangkat ke yogyakarta. Acara tersebut berlangsung selama satu setengah jam dari 11.30-13.00 yang bertempat di kantin FE dibawah pohon-pohon yang rindang dan teduh yang dihadiri oleh lebih kurang seratus peserta.
Pada acara diskusi tersebut, KADIN aceh mengatakan akan mencanangkan satu juta usahawan muda di Aceh tentunya bekerja sama dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Aceh. Hal itu kata pak Boy (sapaan akrab pak Nurmiadi) dilatarbelakangi oleh berkembangnya sektor UMKM di Aceh setelah 6 tahun pasca tsunami dan untuk menggalang investor masuk ke Aceh serta untuk menciptakan iklim investasi yang aman dan kondusif di Aceh. Realisasinya di lapangan adalah bahwa KADIN dan Bank Aceh sepakat untuk mengucurkan dana yang besar untuk menunjang sektor UMKM dimana KADIN menyediakan Anggaran 300 Milyar dan Bank Aceh sebesar 900 Milyar. Dana tersebut diperuntukkan bagi para korban tsunami yang mau berwirausaha namun sayangnya, dari total anggaran 900 Milyar dari Bank Aceh yang baru tersalurkan hanya 17 Milyar, ada sekitar 883 Milyar yang masih tersisa yang belum tersalurkan.
KADIN juga menargetkan akan membangun berbagai macam pabrik di Banda Aceh dimana sumber daya yang ada di seluruh aceh akan dikumpulkan dan diolah di pabrik tersebut dan kembali disalurkan hasilnya ke seluruh aceh. Hal itu untuk menunjang sektor industri dimana sebenarnya Aceh bisa memproduksi berbagai macam barang namun dikarenakan tidak adanya industri pengolahan seperti pabrik maka nilai tambah dari barang tersebut menjadi kecil. Hal tersebut juga memudahkan petani-petani dimana hasil panen mereka bisa ditampung di pabrik tersebut dan diolah menjadi berbagai macam menu makanan sehingga bisa didistribusikan ke seluruh Aceh bahkan diekspor ke luar Aceh.
Dari pihak Kota Banda Aceh, Bapak Yusmaizal mengatakan bahwa dalam hal pengembangan UMKM, Kota banda aceh menganut konsep Gramin Bank dan memberi pembinaan kepada para pengusaha agar usaha yang dijalankannya berkembang dan mampu menjadi usaha yang besar. Namun kendalanya di lapangan adalah tidak adanya sinergisitas antar lembaga-lembaga yang terkait dengan sektor UMKM tersebut seperti Dinas tertentu tidak melaporkan hasil perkembangan yang sebenarnya terjadi di lapangan sehingga pihak legistatif sulit untuk membuat aturan dan menilai perkembangan UMKM tersebut. Maka yang paling penting itu adalah eksekutornya atau pihak eksekutifnya yang harus benar-benar berusaha untuk mengembangkan sektor UMKM.
Sedangkan menurut akademisi Bapak T. Zulham, untuk mengembangkan sektor UMKM harus dilakukan dalam 3 cara yaitu yang pertama harus ada sinergisitas antar lembaga terkait yang sama-sama bekerja sama membantu sektor UMKM, yang kedua buat suatu usaha dalam bentuk kelompok karena bekerja dalam kelompok bisa cepat berkembang dan pun jika ada pengambilan kredit maka akan mudah dilunasi. Dan yang terakhir harus adanya kontrol suku bunga ataupun suku bunganya direndahkan agar para pengusaha mau mengambil kredit dan cepat terlunasi. Begitu juga usaha yang sudah berjalan tersebut jika ingin cepat maju maka harus ada standar register kesehatannya agar konsumen percaya bahwa barang baik untuk kesehatan, dan harus ada standar kadaluarsanya sehingga konsumen bisa melihat batas pemakaian barang tersebut.